Jakarta, Berita Viral —
Wacana perubahan atau amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kembali menghangat setelah pidato para pemimpin lembaga tinggi negara baik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Ketua MPR Bambang Soesatyo, dan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti pada Sidang Tahunan MPR,16 Agustus 2021.
Rencana amendemen terbatas atas konstitusi RI itu pun masih simpang siur baik kajian, materi yang akan diubah, serta kepastian berjalan atau tidaknya rencana tersebut.
Baru-baru ini, Jokowi malah diklaim menolak rencana MPR untuk melakukan amendemen UUD 1945. Hal itu dikatakan Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Ferry Noor yang hadir dalam pertemuan parpol koalisi non-Parlemen dan Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (1/9).
Kepada petinggi parpol koalisi nonparlemen, Afri mengatakan Jokowi mengklaim menolak rencana itu karena rentan untuk melebar ke mana-mana. Salah satunya ke arah pembahasan penambahan masa jabatan presiden. Lepas tangan selaku pemimpin eksekutif, Jokowi mengatakan rencana amendemen itu terserah MPR.
“Selesai itu presiden menanggapi lagi, ‘Soal amandemen UUD saya enggak setuju. Takutnya melebar ke mana-mana. Soal 3 periode dan lain-lain,’ gitu kata Pak Jokowi,” ucap Afri.
“Semua terserah di Senayan, MPR. Beliau [Jokowi] sampaikan begitu,” tambahnya.
Padahal, Afri mengatakan Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra yang juga dikenal sebagai pakar hukum tata negara itu siap membantu bila pemerintah hendak melakukan amendemen UUD 1945.
Sebagai informasi, Jokowi sempat mengapresiasi rencana MPR yang hendak mengkaji substansi Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) dalam amendemen terbatas UUD 1945 saat berpidato di Sidang Tahunan MPR tanggal 16 Agustus 2021 lalu.
Bila klaim Jokowi memutuskan menolak amendemen UUD 1945 itu benar, maka Jokowi juga menganulir ucapan Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet beberapa waktu lalu.
Bamsoet sempat mengatakan bahwa Jokowi sudah mendukung MPR melakukan amendemen UUD 1945 terbatas untuk menghadirkan PPHN dan tidak melebar ke persoalan lain.
Itu ia utarakan usai pimpinan MPR bertemu Presiden Jokowi di Istana Bogor, Jumat (13/8) lalu. Pada pertemuan itu, Jokowi, kata dia, sudah menyerahkan sepenuhnya kepada MPR mengenai pembahasan amandemen UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN.
“Beliau berpesan agar pembahasan tidak melebar ke hal lain, seperti perubahan masa periodesasi presiden dan wakil presiden, karena Presiden Jokowi tidak setuju dengan itu,” kata Bamsoet kala itu.
Wacana amendemen UUD 1945 menjadi perhatian banyak masyarakat belakangan ini. Wacana itu kembali menguat ketika Bamsoet berpidato di sidang tahunan MPR pada 16 Agustus lalu. Dia menilai MPR perlu ditambah wewenangnya, yakni membuat PPHN.
Di satu sisi, kritik banyak bermunculan dari elemen masyarakat sipil terkait rencana tersebut. Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai memunculkan PPHN dalam UUD 1945 bisa membuat MPR menjadi lembaga tertinggi negara lagi seperti masa Orde Baru.
Nantinya, seluruh lembaga lain harus menjalankan program-programnya sesuai dengan PPHN.
“Jadi MPR bisa katakan lah menegur semua lembaga, ‘Kenapa anda tidak menjalankan amanat PPHN di bagian ini, bagian itu?’. Konsekuensinya, mereka (MPR) akan kembali seperti dulu menjadi lembaga tertinggi,” jelas dia.
(rzr/kid)
[Gambas:Video BRV]