Satu Tahun Jokowi-Ma’ruf, YLBHI Singgung Gejala Otoritarian

  • Whatsapp

Jakarta, Berita Viral

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyinggung gejala kebangkitan negara otoriter pada satu tahun pemerintahan JokowiMa’ruf Amin.

Indikasi kebangkitan otoritarianisme, menurut Asfin, tercermin salah satunya melalui perlakuan pemerintah terhadap aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, yakni berupa pengekangan kebebasan sipil.

“Kira-kira kita ada di tahap yang terakhir sebelum mencapai kondisi otoritarian, yaitu pengurangan kebebasan sipil. Tinggal sedikit lagi,” kata Asfinawati dalam diskusi daring di akun YouTube Lokataru Foundation, Senin (19/10).

Asfinwati menjabarkan, setidaknya ada lima tahap peralihan bagi sebuah negara hingga menjadi otoritarian. Pertama adalah penciptaan musuh bersama yang akan selalu dijadikan kambing hitam, seperti disematkan pada PKI (Partai Komunis Indonesia), HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), atau kelompok anarko.

Kedua, penciptaan suasana genting. Asfin mencontohkan, ada upaya membangun ketakutan melalui beberapa isu. Misalnya saja, isu mengenai kelompok anarko yang disebut akan menjarah seluruh Jawa.

Jika publik tetap tidak takut, kata dia, akan ada penciptaan keadaan genting. Hal ini akan jadi awal mula tahap keempat, yaitu pembatasan kebebasan sipil.

“Misalnya ketika ada perusuh, massa aksinya dibiarkan begitu saja? Muncul lah pengurangan kebebasan sipil,” ujar dia lagi.

Setelah itu, ada tahap darurat atau masa di mana otoriter berlaku. Asfinawati menyebut, pemerintah otoriter akan selalu menyatakan negara dalam keadaan darurat untuk menundukkan warga.

Asfinawati pun khawatir, saat ini Indonesia mulai memasuki fase tersebut. Sebab Presiden Jokowi pernah mewacanakan darurat sipil pada awal tahun.

“Presiden Jokowi sudah mengatakan bahwa kebijakan kedaruratan kesehatan masyarakat harus dibarengi darurat sipil. Kita mungkin tidak hanya di pengurangan kebebasan sipil, tapi sudah setengah-setengah tenggelam di kondisi darurat,” ucap dia.

Sedangkan dalam kesempatan lain, Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko menyatakan pemerintah tetap menghargai kebebasan berpendapat. Ia menyebut poin ini sebagai satu dari enam perhatian Presiden Joko Widodo.

“Sebagai pemimpin, Presiden harus menegakkan harga diri bangsa. Kemudian sebagai bangsa demokrasi, pemimpin harus menjaga kebebasan dalam berpendapat. Ketiga, memberi rasa aman,” kata Moeldoko melalui keterangan tertulis yang diterima BRVIndonesia.com.

“Keempat, menjaga eksistensi bangsa agar tidak kalam dalam persaingan. Kemudian penting juga untuk menjaga harmoni dalam berbangsa. Terakhir membuat masyarakat bahagia,” lanjut dia.

Mengenai unjuk rasa penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, Moeldoko mengklaim tak ada pelarangan penyampaian pendapat. Pemerintah, kata, justru melakukan penertiban.

“Tidak ada yang melarang orang menyampaikan pendapat atau berunjukrasa. Namun jika penyampaiannya sudah mengarah pada perusakan, anarki, atau menyebar fitnah, tentu ini akan mengganggu hak orang lain. Mengusik rasa aman khalayak, juga merusak harmoni bangsa. Ini yang perlu ditertibkan,” jelas dia.

(NMA/NMA)

[Gambas:Video BRV]


Source by [author_name]

Pos terkait

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments