Jakarta, Berita Viral —
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa masa jabatan presiden yang berlaku saat ini masih paling ideal untuk diterapkan.
Pernyataan itu disampaikan Yaqut merespons rencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bakal mengkaji fatwa tentang perubahan masa jabatan presiden menjadi selama tujuh hingga delapan tahun untuk satu periode dan tak bisa dipilih lagi pada periode selanjutnya.
“PKB masih belum terpikir untuk merubah masa jabatan Presiden. PKB menganggap tahun dan maksimal dua periode, saat ini masih yang paling ideal,” kata Yaqut lewat pesan singkat kepada BRVIndonesia.com, Senin (19/10).
Dia menyatakan bahwa masa jabatan presiden yang berlaku saat ini membatasi presiden untuk berperilaku totalitarian sekaligus memberi waktu yang cukup untuk mewujudkan visi dan misinya.
Yaqut tak mau mempersoalkan rencana MUI mengeluarkan fatwa. Namun, ia meminta agar MUI lebih berkonsentrasi mengeluarkan fatwa-fatwa terkait masalah umat, seperti cara agar Islam tidak dipakai sebagai alat politik, hingga membatasi ceramah-ceramah provokatif.
“Silahkan saja MUI bikin fatwa. Toh fatwa itu enggak wajib dijalankan. Namun, sebaiknya MUI ini lebih konsentrasi dengan fatwa-fatwa yang terkait dengan keumatan saja,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menilai rencana fatwa MUI terkait masa jabatan presiden itu merupakan hal yang menarik, namun perlu banyak pertimbangan.
Menurutnya, semua ide yang disampaikan masyarakat sah dan baik agar Indonesia tidak menjadi negara yang tertinggal.
“Menarik tapi perlu banyak pertimbangan. Pertama, semua ide sah dan boleh, malah bagus, menghindari jumud. Segala hal berkembang karena itu tanpa ada teroboson ide kita bisa tertinggal,” ucapnya.
Ia berkata bahwa semua ide nantinya akan dirasionalisasi dengan diskursus publik. Menurutnya, langkah MUI sebagai salah satu institusi milik bangsa menginisiasi pembahasan tema ini merupakan hal yang bagus
Namun, ia mengingatkan bahwa pembahasan terkait masa jabatan presiden harus dilakukan secara hati-hati karena terkait dengan amendemen UUD 1945.
Mardani menuturkan, usulan perubahan pun menjadi tidak sederhana karena mesti memiliki kekuatan politik dominan di DPR dan MPR.
“Semua mesti hati-hati jika terkait dengan amandemen UUD [1945],” katanya.
Sebelumnya, Ketua Fatwa MUI Hasanuddin AF mengatakan pihaknya bakal mengusulkan fatwa tentang masa jabatan presiden selama tujuh sampai delapan tahun untuk satu periode dan tak bisa dipilih lagi pada periode selanjutnya.
Usulan fatwa tersebut akan dibawa dan dibahas bersama dalam forum Musyawarah Nasional (Munas) MUI yang digelar 25-28 November 2020, di Jakarta.
“Usulan adalah begini, jabatan presiden itu masa baktinya taruhlah 7-8 tahun, jadi ditambah. Tapi sekali saja udah gitu,” kata Hasanuddin kepada BRVIndonesia.com, Senin (19/10).
(mts/bmw/bmw)
[Gambas:Video BRV]