Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani angkat bicara merespons langkah Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi 2024-2029 yang mengajukan judicial review Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia mengatakan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.
“Tapi ya prinsipnya setiap warga negara memiliki kedudukan dan hak hukum sama di depan hukum, sehingga kita persilakan nanti bagaimana keputusan MK,” kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (28/9).
Muzani mengaku belum mendapatkan informasi terbaru terkait langkah Sekber Prabowo-Jokowi 2024-2029 itu. Ia meminta waktu untuk memperbarui informasi lebih dahulu, sebelum menjelaskan lebih jauh terkait sikap partainya terhadap hal tersebut.
“Saya akan update hari ini sebenarnya. Saya baru dapat berita tadi pagi, jadi saya belum dapat update kanan kiri,” ujar Muzani.
“Makanya saya mau, saya perlu waktu hari ini untuk meng-update. Terus terang saya belum dapat laporan tadi pagi,” tambah Wakil Ketua MPR itu.
Sebelumnya, Sekber Prabowo-Jokowi 2024-2029 mengajukan judicial review UU Pemilu ke MK. Mereka ingin mendapat kepastian hukum tentang bisa tidaknya Jokowi menjadi calon wakil presiden meski sudah menjabat presiden dua periode.
Mereka menguji Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang berbunyi: “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: (n) belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Menurut mereka, Pasal 169 huruf n UU Pemilu memberikan keraguan terhadap Pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan: “presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.”
“Keraguan tersebut mengakibatkan hak pemohon dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 tercederai sekaligus menimbulkan pertanyaan apakah seorang Presiden dapat mencalonkan diri lagi untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan sesuai dengan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 namun dengan jabatan yang berbeda?” demikian argumen pemohon dikutip dari situs MK, Senin (26/9).
Pengajuan judicial review ini disebut sejalan dengan adagium hukum ubi jus ibi remedium atau where there is a right there is a remedy.
Pemohon juga memandang bahwa pemberlakuan frasa ‘presiden atau wakil presiden’ dan frasa ‘selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama’ sebagaimana bunyi Pasal 169 huruf n UU Pemilu telah bertentangan dengan sila kelima Pancasila ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.
Selanjutnya, menurut pemohon, Pasal 169 huruf n UU Pemilu menimbulkan multitafsir jika dibandingkan dengan Pasal 7 UUD 1945 karena tidak memberikan kepastian terkait pencalonan presiden dan wakil presiden.
Sebab, wakil presiden yang pernah menjabat di periode berbeda selama belum dua kali menjabat dalam jabatan yang sama bisa saja ikut dalam pemilihan presiden dan wakil presiden lagi apabila berpasangan dengan calon presiden lainnya.
[Gambas:Video BRV]